Jakarta-Presiden Prabowo Subianto akan menyampaikan pidatonya dalam Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 23 September 2025. Hal tersebut diungkapkan Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan atau Presidential Communication Office (PCO) Hasan Nasbi.
“Presiden nanti dijadwalkan pidato di hari pertama dan urutan ketiga pada tanggal 23 September,” kata Hasan di Kantor PCO, Jakarta Pusat, Selasa (26/8/2025).
Namun, Hasan Nasbi belum mengungkap tema pidato yang akan disampaikan Prabowo dalam Sidang Umum PBB tersebut. Ia menyampaikan bahwa pidato Prabowo tidak menutup kemungkinan mengenai ekonomi dan geopolitik.
“Ya, tidak menutup kemungkinan tetapi kan saya tidak bisa kasih bocoran apa-apa. Biar nanti, tunggu aja pidato Presiden nanti,” ujar Hasan Nasbi.
Di samping itu, ia juga belum mengungkap agenda lain dari Kepala Negara selama lawatannya ke Amerika Serikat (AS) nanti.
“Yang jelas perjalanan ke sana untuk berpidato, agenda lain saya belum bisa berkomentar tetapi yang jelas pidato di sidang United Nations General Assembly (UNGA),” ujar Hasan Nasbi.
Berdasarkan penelusuran Kompas.com, setidaknya ada tiga Presiden Republik Indonesia yang pernah berpidato di Sidang Umum PBB. Siapa saja mereka? Soekarno Presiden pertama Republik Indonesia Soekarno diketahui menghadiri Sidang Umum ke-15 PBB 30 September 1960. Tak hanya hadir, Soekarno diberi kesempatan menyampaikan pidato di Sidang Umum PBB yang berjudul “Membangun Dunia Kembali (To Build The World A New)”. Dikutip dari situs Kepustakaan Presiden Perpustakaan Nasional Indonesia, teks pidato Sukarno di Sidang Umum PBB itu sepanjang 28 halaman.
Di forum tersebut, Soekarno menyampaikan kekuatan dari nasionalisme Indonesia dan hasrat dalam menghadapi penjajahan demi meraih kemerdekaan.
“Dewasa ini kekuatan yang membakar itu masih tetap menyala-nyala di dada kami dan tetap memberi kekuatan hidup kepada kami,” tegas Soekarno dalam pidatonya.
Soekarno juga menyinggung praktik demokrasi. Menurutnya, demokrasi bukan monopoli atau penemuan dari aturan sosial Barat.
“Lebih tegas, demokrasi tampaknya merupakan keadilan asli dari manusia, meskipun diubah untuk disesuaikan dengan kondisi-kondisi sosial yang khusus. Selama beribu-ribu tahun dari peradaban Indonesia, kami telah mengembangkan bentuk-bentuk demokrasi Indonesia. Kami percaya bahwa bentuk-bentuk ini mempunyai pertalian dan arti internasional,” ujar Soekarno.
SBY Presiden ke-6 Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono menjadi sosok yang sering menghadiri Sidang Umum PBB. Ia setidaknya tercatat lebih dari enam kali menghadiri forum tersebut. Pertama, SBY menghadiri Sidang Umum ke-60 PBB pada 2005. Di sana, ia berpidato dan mengangkat tema reformasi PBB dan peran Indonesia dalam menjaga perdamaian dunia. Kedua terjadi pada Sidang Umum ke-62 pada 2007, di mana Indonesia baru terpilih sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB. Dalam forum itu, SBY berpidato tentang kontribusi Indonesia dalam perdamaian global dan diplomasi internasional. Tahun berikutnya SBY kembali menghadiri Sidang Umum ke-63 PBB dan mengangkat isu penanganan krisis pangan dan energi global.
Setelah itu, SBY selalu hadir dalam Sidang Umum ke-64, 65, dan 66 secara berturut-turut pada 2009, 2010, dan 2011. Kehadiran terakhirnya sebagai Presiden di Sidang Umum ke-68 PBB pada 2014. Saat itu, pidatonya terasa spesial, karena juga merupakan masa-masa terakhirnya memimpin Indonesia. Dalam pidatonya, SBY menyinggung kemajuan Indonesia dalam mencapai tujuan pembangunan, khususnya dalam pengentasan kemiskinan dan pendidikan. SBY menyuarakan keprihatinan terhadap konflik yang sedang berlangsung saat itu, seperti di Suriah, Irak, dan Palestina.
Jokowi Presiden ke-7 Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) menjadi presiden Indonesia yang tidak pernah hadir secara fisik dalam Sidang Umum PBB. Akibat pandemi Covid-19, Jokowi hanya hadir dua kali secara virtual dalam Sidang Umum ke-75 dan 76 PBB pada 2020 serta 2021. Dalam Sidang Umum ke-76 PBB, Jokowi menyampaikan pandangannya soal penanganan pandemi, pemulihan perekonomian global, ketahanan iklim, hingga perdamaian dalam keberagaman.
“Melihat perkembangan dunia sampai sekarang ini, banyak hal yang harus kita lakukan bersama. Pertama, kita harus memberikan harapan bahwa pandemi Covid-19 akan bisa tertangani dengan cepat, adil, dan merata,” ujar Jokowi yang berpidato dari Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Kamis (23/09/2021).
Menurutnya, kemampuan dan kecepatan antarnegara dalam menangani pandemi Covid-19, termasuk vaksinasi, sangat timpang. “Politisasi dan diskriminasi terhadap vaksin masih terjadi. Hal-hal ini harus bisa kita selesaikan dengan langkah-langkah nyata,” ujar Jokowi saat itu.
Sumber: Kompas com